Di tengah wabah Covid-19, muncul satu fenomena sosial yang berpotensi memperparah situasi, yakni stigma sosial atau asosiasi negatif terhadap seseorang atau sekelompok orang yang mengalami gejala atau menyandang penyakit tertentu. Mereka diberikan label, stereotip, didiskriminasi, diperlakukan berbeda, dan atau mengalami pelecehan status karena terasosiasi dengan sebuah penyakit. Stigma adalah pandangan negatif pada suatu kondisi dalam hal ini terkait Covid-19. Stigma dapat berupa penolakan sosial dan gosip, Stigma dapat terjadi pada orang tanpa gejala, orang dalam pemantauan, pasien dalam pengawasan, orang dengan konfirmasi positif dan petugas kesehatan.
Merebaknya pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) di Indonesia telah menyebabkan ketakutan dan kecemasan yang kini dialami oleh sebagian masyarakat. Rasa takut memang merupakan hal yang biasa, bahkan bisa membantu kita agar tidak lengah dan tetap waspada. Sayangnya, perasaan takut yang berlebihan justru bisa memunculkan stigma sosial terhadap orang atau tempat yang dianggap memiliki hubungan dengan wabah tersebut.
Stigma sosial tidak hanya dirasakan oleh para penderita tapi juga oleh pekerja medis, termasuk yang saat ini sedang berjuang tanpa kenal lelah di garis terdepan. Mereka yang belum tentu terjangkit tapi menunjukkan gejala mirip COVID-19 juga terkadang mendapat perlakuan yang tidak mengenakkan. Stigma itu bisa berupa penolakan sosial hingga kekerasan fisik. Jika ini dibiarkan begitu saja dan tidak diatasi, stigma sosial bisa berbahaya dan membuat orang menyembunyikan penyakit agar tidak terkena diskriminasi, mencegah mereka mencari bantuan kesehatan dengan segera, dan membuat mereka tidak menjalankan perilaku hidup yang sehat.
Menurut World Health Organization (WHO) stigmatisasi pada pasien yang mengidap penyakit tertentu justru menimbulkan berbagai dampak negatif pada pasien. Stigma-stigma tersebut bisa berupa isolasi sosial, kehilangan akses hidup dan tinggal, bahkan depresi. Dampak tersebut akan menghambat penyembuhan diri pasien dan bukan tidak mungkin hal ini juga dapat terjadi pada para pasien COVID-19 yang menerima stigmatisasi dan perilaku diskriminasi.
Untuk mengurangi stigma negatif, ada beberapa hal yang bisa dilakukan.
- Bersikap empati
- Tidak memberikan pandangan/prasangka negatif bahwa keluarga akan menjadi penyebab maraknya kasus
- Selalu memberi dukungan bagi mereka yang terdampak baik pasien, keluarga pasien, atau masyarakat sekitar
- Menghindari melabel orang, kelompok, etnis atau daerah tertentu sebagai penyebab atau penyebar Covid-19
- Tidak menyebut orang yang terjangkit Covid-19 sebagai korban atau penderita tetapi sebagai pasien
- Memberikan penghargaan kepada petugas kesehatan yang merawat pasien Covid-19. mereka adalah pahlawan dalam perang melawan wabah ini
- Tidak mengulang atau membagikan gosip, yang tidak jelas, kabar bohong apalagi narasi yang bersifat siaran kebencian terhadap satu orang, kelompok, etnis atau daerah tertentu terkait Covid 19
- Stigma muncul dari ketakutan, ketakutan muncul dari ketidaktahuan jadi lawan dengan mencari informasi yang tepat dan sumber yang benar.
- Sebarkan berita baik, misalnya kesembuhan pasien, cara pencegahan yang praktis dan tepat, cara mengamankan diri dan keluarga dari transmisi, atau kisah perjuangan para nakes dalam menangani wabah.
- Ajakan untuk hidup sehat dan produktif selama menjalani aktifitas
- Melakukan donasi bagi yang mampu dan berkecukupan kepada mereka yang membutuhkan dalam memberikan pelayanan sosial kepada masyarakat yang membutuhkan
Stigma tidak hanya menyakitkan perasaan seseorang, tetapi juga bisa menjadi ancaman untuk kesehatan masyarakat secara luas. Jadi, mari kita bersatu dan bersama-sama meluruskan segala informasi yang berkaitan dengan COVID-19. Musuh kita itu virus bukan manusianya jangan sampai sebagai sesama manusia, kita turut menghilangkan rasa kemanusiaan kita dengan memberikan stigma negatif kepada sesama manusia. Jangan lupa untuk terus berusaha sambil berdoa supaya kita semua diberikan kekuatan untuk melewati masa-masa sulit ini bersama-sama.
Penulis : Ni Nyoman Sriani
Leave A Comment